Program Pemerintah Mengalihkan Petani Ganja menjadi Petani Kakao Merugikan Petani Aceh sampai 80 Triliun Rupiah




Menurut berita yang ditulis oleh harian online bisnisaceh.com, Badan Narkotika Nasional (BNN) sedang gencar-gencar melakukan pencegahan penanaman pohon ganja di seluruh Indonesia, khususnya Aceh yang menduduki rangking tertinggi produksi ganja di Indonesia.
BNN mencoba untuk mengalihkan lahan tersebut dengan penanaman budidaya kakao terhadap ladang ganja sehingga bisa memberikan keuntungan bagi masyarakat. Dengan adanya pengalihan lahan ini, dalam tiga tahun terakhir ladang ganja di Aceh menurun drastis.

Kepala Seksi Pemetaan dan Analisis Masyarakat Desa BNN, Hendrajid Putut W. mengemukakan, dari data Polda Aceh (2014), operasi ganja yang dilakukan tahun 2011-2014 berhasil menyita lahan ganja seluas 354,5 hektar tahun 2011, setahun kemudian (2012) disita lahan ganja seluas 279,85 hektar (turun 21 persen) dan tahun 2013 lalu lahan ganja yang berhasil disita tinggal 155 hektar (turun 44,6 persen), hingga Juni 2014 disita Ganja 28 Hektar.
“Program Pemberdayaan Alternatif (alternative development) tahun 2014 ini diikuti 44 petani dari 9 Gampong dari 2 Kecamatan di Aceh Besar. Dengan masa tanam 1-2 tahun diharapkan tanaman kakao ini akan memberikan pendapatan kepada para petani, sehingga tidak lagi tergiur menanam ganja di pegunungan,” tutup Hendrajid.
LGN melihat program ini sebagai bentuk pengingkaran negara terhadap potensi asli bangsa Indonesia. Secara kajian historis maupun strategis, program tersebut dibuat untuk membantu rezim global membantai benih-benih lokal nusantara. Bukannya memperbaiki kesalahan-kesalahan yang telah terlanjur diperbuat, negara justru menambah dosa baru bagi dirinya.
Coba tengok negara Amerika dan Uruguay yang telah memulai uji coba pengelolaan ganja. Untuk memperbaiki kondisi perekonomian negaranya, mereka membangun industri pertanian ganja bukan malah membantainya. Bahkan beberapa apotik di Amerika telah menjual jenis Ganja Aceh sebagai terapi pengobatan. Indonesia malah sibuk membantai pohon ganjanya yang terbukti berkhasiat di negeri lain.
Berbicara masalah ekonomi, LGN dapat memberikan sedikit gambaran omset yang dapat dihasilkan dari mengelola pohon ganja. Ambil contoh di Amerika, harga 1 gram ganja medis bisa mencapai Rp. 200.000,- . Petani lokal-lokal di sana mampu menanam pohon ganja dengan sangat baik dan menghasilkan 500 gram ganja medis setiap kali panen. Apabila kita kalkulasi, harga jual 1 pohon ganja bisa mencapai 100 juta rupiah.
Sekarang mari kita kalkulasi nilai 800 hektar lahan ganja yang telah dimusnahkan Polda Aceh. Katakanlah 1 Ha dapat menghasilkan 1000 pohon ganja, berarti pemerintah Aceh telah mematikan 800.000 pohon ganja senilai 80 triliun rupiah. Kalau negara benar-benar ingin memberikan kesejahteraan bagi petani di Aceh, lebih menguntungkan menjual hasil ganja mereka ke negara yang telah melegalkan ganja dibanding mengalihkannya menjadi petani kakao.
Sejarah telah menunjukan pada bangsa kita bahwa akar permasalahan dari kebodohan tersebut terletak pada UU Narkotika No. 35 Tahun 2009 yang bersumber dari Konvensi Tunggal PBB Tahun 1961. Apabila pemerintah NKRI benar-benar menginginkan bangsa Indonesia terbebas dari belenggu ini, kita harus berani melakukan revolusi kebijakan ganja; mengambil alih perdagangan gelap dari mafia dan memberikan kepercayaan penuh pada negara untuk mengelolanya.

http://www.legalisasiganja.com/program-pemerintah-mengalihkan-petani-ganja-menjadi-petani-kakao-merugikan-petani-aceh-sampai-80-triliun-rupiah/

0 komentar:

Posting Komentar